20 January 2009

BERKAWAN DG NON MUSLIM

Allah SWT berfirman didalam Al-Qur’an, Surat Ali Imran Ayat 28: Janganlah orang-orang beriman (mukmin) menjadikan orang-orang kafir sebagai penolong (wali) dengan meninggalkan orang-orang mukmin, Barangsiapa berbuat demikian niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena siasat untuk menjaga diri dari bahaya yang ia khawatirkan dari orang-orang kafir itu. Dan hanya kepada Allah (segalanya) kembali.
Beberapa kemungkinan tingkat hubungan yang bisa terjadi antara dua individu atau dua kelompok :
Tingkat hubungan yang pertama disebut Muwalat ini adalah hubungan langsung dari hati ke hati. Hubungan pada tingkat ini hanya diperbolehkan antar sesama mukmin.

Tingkat hubungan yang kedua yaitu hubungan yang bersifat simpati dan maksud baik, disebut Muwasat. Hubungan ini bisa dirasakan manfaatnya oleh seluruh orang kafir, kecuali ketika berperang dengan orang-orang mukmin. Hal ini tertuang dalam Surat Al-Mumtahanah Ayat 8: Allah tidak melarangmu untuk berlaku adil dan bersikap baik kepada mereka yang tidak memerangimu karena agamamu dan tidak mengusirmu dari tempat tinggal (negeri)mu.Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.

Tingkat hubungan yang ketiga adalah hubungan yang berkaitan dengan membangun citra perilaku moral yang baik terhadap orang lain. Hubungan ini disebut Madarat. Hubungan dengan orang-orang non-muslim pada tingkat ini juga diperbolehkan. Misalnya, ketika anda menerima tamu seorang non muslim haruslah anda tetap menghormatinya sebagai tamu. Orang-orang mukmin juga boleh bersikap baik demi untuk menyelamatkan diri mereka sendiri terhadap bahayanya orang-orang kafir. Inilah yang dimaksudkan Allah SWT didalam bagian firman-Nya dalam Surat ‘Ali Imran Ayat 28 di atas, yakni: ... kecuali karena siasat untuk menjaga diri dari bahaya yang ia khawatirkan dari orang-orang kafir itu. ...

Tingkat hubungan yang ke-empat adalah yang ada hubungannya dengan perdagangan, industri, dan hubungan kerja. hubungan ini dikenal de-ngan istilah Mu’amalat. Hubungan ini diizinkan untuk dilakukan dengan semua orang yang tidak beriman sepanjang tidak merugikan kepentingan orang-orang mukmin. Karena itu, di ijinkan juga orang-orang mukmin mencari peluang kerja ke tempat orang non-muslim atau menjadi pekerja di pabrik milik non-muslim. Sama halnya, diper-bolehkan juga mengadakan hubungan dagang dengan non-muslim.
Didalam Al-Qur’an yang menerangkan hubungan antara orang-orang mukmin dengan orang-orang kafir. Dalam Surat Al-Mumtahanah Ayat 1: Wahai Orang-orang yang beriman! Janganlah engkau jadikan musuh-musuh-Ku dan musuh-musuhmu sebagai teman setia yang kamu sampaikan ke-pada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih-sayang dan perhatian terhadap mere-ka. Dan di akhir Ayat tersebut, Allah memper-jelas: Kamu berkawan secara sembunyi-sem-bunyi (memberitakan perihal Muhammad) kepa-da mereka (orang-orang kafir). Aku (Allah) Maha mengetahui apa-apa yang kamu sembunyikan dan yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa diantara kamu (muslim) melakukan yang demikian, maka sungguh ia telah jauh tersesat dari jalan yang lurus.
Didalam Surat Al-Maidah Ayat 51, Allah SWT berfirman, Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi. Maka, barangsiapa diantara kamu menjadikan me-reka sebagai pemimpin, sesungguhnya ia termasuk dalam golongan mereka. Sesunguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang aniaya (dzalim).
Selanjutnya, Firman Allah SWT dalam Surat Al-Mujadalah Ayat 22: (Wahai Muhammad) kamu tidak akan mendapati orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir itu saling berkasih sayang dengan mereka yang menentang Allah dan Rasul-Nya, meskipun mereka itu adalah bapak-bapak mereka, atau anak-anak mereka, atau saudara-saudara mereka, ataupun keluarga mereka.

Dengan demikian kriteria yang dipakai untuk ukuran berbagai tingkat perkawanan atau perseteruan adalah kepatuhan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya SAW. Alasan-alasan lain seperti, kepentingan pri-badi, rasial, teritorial, tidak boleh dijadikan motif oleh seorang beriman untuk bersahabat ataupun membenci orang lain.
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Barang siapa ber-sahabat karena Allah semata, dan membenci karena Allah semata, ia telah menyempurnakan Imannya”. (Bukhari dan Muslim). Jelaslah bahwa orang-orang mukmin dilarang berkawan akrab secara pribadi dengan orangorang non-muslim, bahkan dengan kaum Nasrani dan Yahudi, agar mereka tidak berbagi ra-hasia negeri (khilafah) Islam dengan orang luar. Hal ini demi keselamatan dan ketenteraman rakyat dan negerinya.
Didalam Surat Ali Imran Ayat 118-120 Allah SWT berfirman: Wahai orang-orang beriman, janganlah kamu mengambil teman kepercayaan dari orang-orang diluar kalangan-mu sendiri, karena mereka tidak henti-hentinya memudharatkanmu. Mereka menyukai hal-hal yang menyusahkanmu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan lebih besar lagi yang disembunyikan didalam hati mereka. Sung-guh telah Kami buat sejelas-jelasnya keterangan Kami, jika kamu memahami. Beginilah kamu, kamu mencinta mereka padahal mereka tidak mencin-taimu, meskipun kamu beriman kepada semua kitab. Ketika mereka berada diantara kamu, mereka berkata,”Kami beriman”. Ketika mereka jauh darimu, mereka menggigit ujung jari mereka karena geram bercampur benci kepadamu. Katakanlah, “Matilah kalian dalam kegeramanmu itu”. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa-apa yang tersembunyi didalam hati. Jika kamu memperoleh kebaikan me-reka bersedih hati, namun jika kemalangan yang ka-mu dapati, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertaqwa, niscaya tak sedikitpun tipu daya mereka memudharatkanmu. Sesungguh-nya Allah mengetahui segala hal yang mereka ker-jakan.

Meskipun demikian, orang-orang Muslim diharuskan memenuhi hak-hak orang-orang kafir yang tinggal di negeri Islam. Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: “Aku akan mewakili orang-orang kafir di Hari Pembalasan, untuk menuntut siapa saja yang mengganggu mereka yang tinggal di negeri Islam. Ketika aku menjadi penuntut, pastilah aku memenangkan tuntutanku.”
Hal serupa diriwayatkan oleh Jundub bin Abdillah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Allah SWT telah melarang bahwasanya aku mengakibatkan kebengisan terhadap seorang kafir yang hidup di negeri Islam.” Rasulullah SAW juga telah bersabda: “Aku kelak di Hari Pembalasan harus memohon dipihak seorang kafir yang pernah teraniaya atau dikurangi hak-hak dasarnya, atau jika ia pernah menderita tekanan-tekanan diluar kesanggupannya, atau pernah diambil harta miliknya tanpa seizinnya, oleh seorang mukmin.” (dikutip dari "SYIAR AN NUR")

No comments:

Post a Comment